Alkisah terdapat satu keluarga yang kehidupan sehari harinya cukup dikelilingi dengan kebahagiaan duniawi, segalanya telah tercukupi dalam hidupnya, telah lahir beberapa anak dari istrinya, sang ayah sibuk sibuk mengurusi rumah tangganya, dan mencari nafkah, serta mengurus istri dan beberapa anakanya. Meski sangat sibuk ia dapat melakukannya seorang diri tanpa terbebani.
Namun ada satu hal yang selalu membuatnya emosi, kesal dan marah – marah setiap hari yaitu sang ayah, seorang lelaki tua renta yang sudah tidak ada lagi manfaatnya terkadang iapun sakit sakitan, bagi lelaki itu ayahnya adalah benalu dalam hidupnya saat ini, semakin hari rasa kesal dan emosi kepada ayahnya semakin tinggi, hingga akhirnya ia merasa tidak kuat lagi untuk melayani dan berbakti kepada ayahnya yang telan senja itu. Sepertinya sudah tidak ada lagi sesuatu hal yang positif dari kehadiran sang ayah di tengah keluarganya.
Hingga sampai suatu hari, lelaki itu membawa ayahnya keluar dari rumah menuju padang pasir untuk maksud yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya : mengakhiri hidup ayahnya. Sang ayah melihat sikap aneh anaknya dan bertanya, “wahai anakku, apa yang kemu inginkan dariku?” dan anaknya menjawab, “aku akan membunuhmu.”
Anehnya mendengar anaknya berkata seperti itu, tak sedikitpun ada kesedihan atau rasa kaget yang lahir dari ayahnya. Ia bahkan berkata, “nak, jika bersikeras kau ingin membunuhku, maka lakukanlah disamping batu itu, “sambil menunjuk batu ke sebuah batu yang seakan akan sudah ia kenalinya. “sebelum dirimu, dulu aku pun pernah durhaka kepada ayahku, dan aku membunuhnya di dekat batu itu. Dan ingatlah wahai anakku, kelak kamu juga akan seperti itu, dibunuh pada batu itu oleh anakmu sendiri,” ujar ayahnya mengingatkan.
Begitu kasihannya jika menjadi ayah yang selalu di durhakai oleh anak kandungnya sendiri, dan begitu cepatnya balasan yang ia terima karena kesalahnnya di masa lalu. Ini adalah sebagian bukti dari hokum karma, segala sesuatu yang telah kita perbuat baik maupun buruk pasti ada balasannya cepat atau lambat kita kelak akan menerimanya.
Sumber : buku the great power of mother